TribunUpdate: Sumber Berita Terkini prabowo subianto yang humanis

Apakah Anda Seorang Ahli Hukum atau Politikis?

Jakarta – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadi sorotan publik karena akan memutuskan dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi Anwar Usman Cs pada Selasa, 7 November 2023. Putusan MKMK tersebut menjadi kontroversi terkait implikasi ke depan.

Hal itu menjadi perdebatan antara pakar hukum tata negara Margarito Kamis dengan Ketua Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Untag 45, Dr. Hufron. Dari pandangan Margarito, putusan MKMK tidak memiliki dampak termasuk memunculkan hak angket DPR.

Dalam paparannya, Margarito menjelaskan mengenai conflict of interest antara Ketua MK Anwar Usman dengan Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, sampai saat ini, tidak ditemukan conflict of interest.

Dia mengatakan jika ingin menganggap conflict of interest, maka harus dapatkan tiga fakta. “Pertama, apakah Gibran menjadi pemohon, jika tidak. Apakah Gibran menyediakan lawyer, apakah Gibran yang menyiapkan uang?” kata Margarito dalam Kabar Petang tvOne yang dikutip VIVA pada Senin, 6 November 2023.

Dia menyebutkan bahwa hingga saat ini termasuk di meja sidang dan publik bahwa Gibran menjadi preferensi oleh pemohon sebagai role model dalam gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Margarito menyampaikan bahwa dari segi penalaran hukum, bagaimana mengatakan orang yang menjadi role model memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara tersebut. Begitu pun juga dengan Anwar Usman selaku Ketua MK.

Bagi dia, putusan MKMK nanti mungkin bisa saja pelanggaran etik hakim konstitusi. Namun, ia menilai tidak ada conflict of interest. Menurut Margarito, conflict of interest terjadi jika hakim memiliki kepentingan dengan pemohon.

Giliran Hufron menyampaikan argumennya. Dia berbeda pandangan dengan Margarito terkait kaitan conflict of interest itu langsung maupun tidak langsung.

Menurutnya, meskipun pemohon bukan Gibran tetap saja bisa dikaitkan dengan dugaan conflict of interest. Dia menyebut bahwa kaitan langsung atau tidak langsung harus dipahami dengan pengertian yang lebih luas.

Namun, ia setuju bahwa putusan MKMK nanti tidak berimplikasi terhadap perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Meski demikian, perlu ditelusuri lebih jauh apakah pengajuan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terbukti atau tidak.

Hufron menyinggung basis legitimasi terhadap putusan perkara Nomor 90 yang dianggap sebagai masalah. Pun, kata dia, dibandingkan dengan perkara lain Nomor 29, 51, dan 55. “Itu menjadi penting sebagai kronologis atau suasana kebatinan sampai perkara ini diputus,” ujar Hufron.

Dia mengatakan tidak bisa hanya melihat panggung ke depan semata. Namun, harus lebih jauh melihat panggung belakang. Alasannya, isu Gibran sebagai calon wakil presiden sudah muncul jauh sebelum pengajuan perkara nomor 90.

Margarito lalu menanggapi penjelasan Hufron. Dia menyindir lawan bicaranya yang merupakan akademisi bidang hukum tapi malah seperti politikus.

“Begini pak Hufron, Anda ini orang hukum atau orang politik!” kata Margarito.

“Anda tadi bicara bolak balik mengenai legitimasi. Anda tahu gak? Legitimasi itu soal politik. Itu bukan soal hukum,” jelas Margarito.

Menurutnya, jika mengatakan ada conflict of interest, maka harus berdasarkan fakta yang ada di atas meja persidangan. “Tidak boleh di luar itu. Begitu pak Hufron,” lanjut Margarito.

“Bang, itu kalau kita hanya sebatas normatif begitu ya selesai,” ujar Hufron menimpali Margarito.

“Tidak bisa, Anda harus begini, begini,” kata Margarito menyela omongan Hufron.

Dia pun melempar pertanyaan kepada lawan debatnya tersebut.

“Saya mau tanya sama Anda. Anda menemukan hukum di mana? Di mana Anda menemukannya? Coba beritahu saya, supaya negara ini tahu,” ujar Margarito.

“Tentu, dari proses persidangan itu,” jawab Hufron.

Hufron belum selesai bicara tapi langsung dipotong oleh Margarito.

Namun, presenter tvOne meminta Margarito memberi kesempatan Hufron menyampaikan argumennya.

“Saya paham-saya paham,” kata Margarito.

Hufron pun memaparkan penjelasannya. Dia menyinggung bahwa jika proses hukum termasuk mengadili masih bersifat normatif, maka tidak dapat mencapai hal yang lebih jauh dalam proses yang sebenarnya.

“Di balik ini, apakah ada sebuah desain yang kita tidak tahu lebih jauh, maka perkara ini hanya selesai sebagai formalitas begitu,” ujar Hufron.

Bagi Hufron, penting untuk melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap putusan MKMK. “Tetapi, kita tidak tahu di balik ini apakah ada sebuah skandal atau tidak begitu, menurut saya penting,” tutur Hufron.