Kamis, 9 November 2023 – 16:34 WIB
Jakarta – Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menilai peran Presiden Jokowi dalam politik hari ini memang luar biasa. Jokowi, menurutnya, pandai mengatur segala hal agar tercapai maksudnya.
“Jokowi memiliki keahlian membangun opini pembelaan, meskipun dia dalam posisi yang keliru; tetapi mahir memutar situasi justru menjadi benar,” kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 9 November 2023.
Besarnya pengaruh dan kuasa Presiden Jokowi, dia berpendapat, bahkan membuat Prabowo berkurang sikap kesatrianya. Prabowo yang seharusnya menjadi ksatria justru terlibat dalam tindakan nepotisme, ujarnya.
Semua sumber pengabaian terhadap aturan hukum oleh kelompok orang dalam lingkaran Jokowi, menurut Dedi, karena mereka disokong oleh Presiden sehingga kepercayaan diri mereka akan terus tumbuh meskipun secara kasat mata melanggar konstitusi dan etika. Bukan cuma perkara intervensi putusan MK, namun Presiden juga membiarkan anak buahnya terlibat kampanye politik. Padahal jelas-jelas dia menginstruksikan agar pejabat bersikap netral.
“Dengan adanya anggota kabinet—Raja Juli Antoni, Bahlil Lahadalia, Budi Arie, dan lainnya—dalam aktivitas kampanye Gibran, itu sudah jelas bahwa Presiden menjadi sumber masalah,” Dedi menekankan. Berat kepentingan Presiden di atas segalanya, maka sulit untuk berharap Jokowi bersikap negarawan, memastikan kestabilan hukum dan politik di Indonesia, katanya. Dedi juga mencontohkan sikap orang-orang dekat Jokowi tersebut, yakni Anwar Usman, yang justru melawan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang mencopotnya dari jabatan ketua MK. Menurut Dedi, sikap pongah Anwar Usman karena dia merasa percaya diri disokong Jokowi.
“Negara ini akan dianggap sebagai milik Jokowi ketika nepotisme dibiarkan tumbuh. Maka dari itu wajar jika Anwar Usman melawan; dia mendapat ‘jaminan’ untung ‘menang’,” katanya.
Dalam konferensi pers, Anwar Usman dengan santai mengaku tak berdosa setelah melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi, karena terbukti membiarkan Mahkamah Konstitusi (MK) diintervensi pihak luar dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Pernyataan Anwar Usman dalam merespons putusan MKMK justru merendahkan martabat dan citranya sebagai hakim. “Artinya bentuk pembelaan diri yang disampaikan Anwar Usman itu bentuk pembelaan diri yang tidak perlu, yang menurut hemat saya justru merendahkan citra dan martabat beliau,” kata Direktur RISE Institute Anang Zubaidy.
Pembelaan tersebut dinilai Anang sebagai pernyataan tidak pas karena pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman sudah terbukti dalam sidang MKMK.
Menurut dosen hukum tata negara UII Yogyakarta itu, pernyataan Anwar Usman sebagai korban fitnah tidak sesuai fakta. Anwar Usman diketahui pernah mengenalkan diri sebagai ketua MK dan bagian dari keluarga Jokowi. “Itu seolah menunjukkan ‘saya sebagai bagian dari keluarga Istana’ yang butuh rekognisi dari pihak lain.”
Menurutnya, frasa fitnah yang digunakan Anwar Usman juga tidak pas karena pelanggaran etik berat Anwar Usman sudah dibuktikan oleh MKMK. Meski demikian, putusan MKMK memang tidak sesuai harapan publik yang menghendaki Anwar Usman dicopot sebagai hakim konstitusi.
“Saya pribadi juga kecewa dengan putusan MKMK, tapi itu kan sudah menjadi fakta hukum. Ya, sudah kita terima. Masyarakat, saya berharap tidak terlalu memperpanjang masalah ini. Cukup kita fokus pada bagaimana mengawasi MK ke depan, supaya MK tetap bisa menjaga martabatnya,” katanya.
[Nextpageinfo]