Selasa, 21 November 2023 – 22:00 WIB
Jakarta – Airlangga Hartarto menanggapi pernyataan calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang memberi nilai 5 untuk penegakkan hukum di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Airlangga, seharusnya Ganjar memberikan nilai yang lebih buruk dan bertanya kepada cawapresnya yaitu Mahfud MD yang saat ini menjabat sebagai Menko Polhukam RI. “Seharusnya Pak Menko Polhukam yang menjawab soal penilaian yang buruk. Itu merupakan kewenangan dia,” kata Airlangga Hartarto kepada wartawan di DPP Golkar, Selasa, 21 November 2023.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Teritorial Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yakni Ahmad Doli Kurnia Tanjung juga menyinggung kubu Ganjar-Mahfud yang kerap kali mengkritik pemerintah, namun tidak mau keluar dari pemerintahan. “Sekarang ini malah mengkritik masalah hukum. Memang ada Presiden sih, tetapi masalah negara ini kan kolektif kollegial ya. Ada Menko Polhukam di situ yang berwenang,” ucap dia.
Maka itu, Doli menyarankan kepada kubu Ganjar-Mahfud MD serta kelompok lain agar tidak membuat suasana Pemilu 2024 semakin gaduh yang dapat menyebabkan masyarakat pecah belah akibat pernyataan yang tidak ada bukti serta fakta yang kuat. “Harus ada bukti dan faktanya dong. Jadi jangan sampai masyarakat kita ini terbelah akibat ada pernyataan seperti ini. Seperti ditemukan fakta integritas pj Gubernur Sorong, ini baru fakta dan ada buktinya,” tuturnya.
Ganjar Pranowo sebelumnya menyebut bahwa penegakan hukum di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengalami penurunan nilai. Calon Presiden nomor urut tiga itu memberi nilai 5 dari skala 1 sampai 10. Artinya penegakan hukum, pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi itu turun drastis. “Kalau terkait itu (penegakan hukum), jeblok. Poinnya 5 (artinya dari 1-10),” kata Ganjar saat ditanya pemantik dialog Prof Zainal Arifin Muchtar dari UGM tentang berapa rapor Pemerintahan Joko Widodo saat acara Sarasehan Nasional IKA UNM di Makassar, pada Sabtu, 18 November 2023.
Menurut dia, penegakan hukum di Indonesia berada di angka 7 hingga 8 sebelum jelang tahapan Pemilu 2024 di Indonesia. Namun, menurut Ganjar, bahwa nilai ini kemudian jeblok setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden. Dari situ, kata dia, muncul persepsi buruk di publik yang seolah-olah ketegasan itu tidak ada lagi. “Melihat dengan kasus di MK yang kemarin itu menjadi jeblok. Karena dengan kejadian itu, persepsi publik hari ini jadi berbeda. Yang kemarin kelihatan tegas, hari ini dengan kejadian-kejadian terakhir jadi tidak demikian. Maka nilainya jeblok,” ungkap Ganjar.