TribunUpdate: Sumber Berita Terkini prabowo subianto yang humanis

Politik Uang di Indonesia Merupakan yang Tertinggi Ketiga di Dunia setelah Uganda dan Benin, Menurut Burhanuddin Muhtadi

Rabu, 29 November 2023 – 15:27 WIB

Jakarta – Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, menyentuh masalah politik uang saat menjadi Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam orasinya, Burhanuddin membahas tema “Votes for Sale: Klientelisme, Defisit Demokrasi, dan Institusi” yang mengenai politik uang dalam pemilihan umum (pemilu) di negara demokrasi.

“Saya mengulas dinamika jual beli suara di Indonesia dan menginvestigasi secara menyeluruh. Pertanyaannya: seberapa banyak praktik politik uang di Indonesia dan seberapa efektif?” ujarnya saat di Jakarta, Rabu, 29 November 2023.

Berdasarkan penelitiannya, sekitar 33 persen atau 62 juta dari total 187 juta pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 terlibat dalam politik uang. Indonesia menjadi negara dengan tingkat politik uang tertinggi ketiga di dunia, setelah Uganda dan Benin.

Burhanuddin melanjutkan bahwa pemilih yang menjadi simpatisan menjadi target politik uang, jumlahnya mencapai 15 persen dari total pemilih, sedangkan 85 persen lainnya adalah massa mengambang (swing voters).

“Mereka enggan membidik pemilih mengambang karena menganggap menerima uang, tapi soal [kesediaan untuk] memilih, tidak bisa diandalkan,” ujarnya.

Burhanuddin mengakui bahwa strategi pembelian suara hanya mempengaruhi pilihan 10 persen pemilih. Namun, kecilnya jumlah tersebut lebih dari cukup bagi banyak kandidat untuk mencetak kemenangan dalam pemilu.

Hadir dalam kesempatan tersebut Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat yang meyakini kebenaran atas apa yang dipaparkan Burhanuddin, karena penelitian jual beli suara sudah lama dilakukannya dan bahkan menjadi topik disertasinya.

“Saya kira, tadi pidato ilmiahnya penting sekali untuk kita cermati, kita garis bawahi, dan kita dalami karena sebetulnya ini peringatan buat kita semua. Kalau kita ingin membangun demokrasi yang sesungguhnya, PR kita masih banyak,” ujarnya. (ant)