Ketua DPR RI, Puan Maharani, dengan tegas menyatakan bahwa Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang baru disahkan tidak akan mengubah prinsip dasar mengenai kedudukan TNI sebagai militer negara Indonesia. Dalam Rapat Paripurna, dipastikan bahwa prajurit TNI tetap tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam urusan politik dan bisnis. Puan mengungkapkan kelegaannya setelah RUU TNI disahkan dengan memenuhi segala aspek legalitas yang diperlukan. Seluruh proses pembahasan dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa.
Menurut Puan, DPR telah melibatkan publik, termasuk mahasiswa, dalam proses pembahasan RUU TNI sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Penerimaan masukan dan aspirasi dari seluruh elemen masyarakat menjadi fokus dalam pembahasan ini. Puan juga menekankan bahwa tidak akan ada perubahan yang memungkinkan TNI terlibat dalam aktivitas politik atau bisnis, karena hal tersebut masih tetap dilarang. Pembahasan RUU TNI difokuskan pada tiga pasal utama, yaitu Pasal 7 tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), Pasal 47 yang memperluas ruang lingkup jabatan TNI aktif di kementerian dan lembaga, dan mengenai masa bakti atau usia pensiun prajurit untuk mencapai keadilan bagi abdi pertahanan negara.
Puan juga mengklarifikasi bahwa dua tambahan tugas pokok TNI, yaitu membantu upaya penanggulangan ancaman pertahanan siber serta membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara di luar negeri, hanyalah sebagai bentuk antisipasi dan tidak dimaksudkan untuk operasi militer perang. Dengan demikian, pembahasan RUU TNI bertujuan untuk menjaga relevansi TNI dalam bidang yang diperlukan oleh negara, tanpa melibatkan prajurit TNI dalam politik atau bisnis.