Tuku Pangarep-arep: Merayakan Seni Jemek Supardi di Bentara Budaya Yogyakarta

Suasana hening meliputi Bentara Budaya Yogyakarta pada Rabu malam, di mana pertunjukan tari “Kupu Kuning” dipentaskan oleh Kinanti Sekar Rahina. Repertoar ini menggabungkan elemen pantomim, tari, dan musik dengan kolaborasi Asita Kaladewa, kelompok pantomim Papeyo Indonesia, dan musisi Guntur Nur Puspito. Penampilan ini menjadi pembuka pameran seni lintas generasi “Tuku Pangarep-Arep” yang akan berlangsung hingga 14 Mei. Pameran ini tidak hanya merayakan karya seni, namun juga menghormati dan mewarisi seniman lintas generasi: Jemek Supardi, Threeda Mayrayanti, dan Kinanti Sekar Rahina.

Menurut Suwarno Wisetrotomo, pameran “Tuku Pangarep-Arep” memiliki makna dalam “membeli harapan” yang melambangkan warisan dan cita-cita lintas generasi. Jemek Supardi dikenal sebagai seniman yang berani mengekspresikan kritik sosial melalui jalan pantomim yang penuh tantangan. Bersama istri, Threeda Mayrayanti, mereka menciptakan rumah seni yang hidup dan bernafas. Sekarang, estafet seni diambil alih oleh Kinanti Sekar Rahina, melalui tari, pendidikan, dan komunitas untuk meluaskan makna seni lintas disiplin.

Pameran ini mencerminkan kesinambungan, tafsir ulang, dan keberanian dalam karya seni Threeda dan Jemek Supardi. Karya mereka merekam gerak tubuh rakyat dalam sebuah tafsir visual yang bebas. Karya dan aktivitas Kinanti juga menjadi bukti bahwa warisan seni tidak hanya diwariskan, tetapi juga dihidupkan dan diterjemahkan ke zaman sekarang. Melalui pameran “Tuku Pangarep-Arep,” masyarakat diundang untuk merenungkan tentang keberlanjutan, keberanian, dan kembali ke akar seni.

Bagi keluarga Jemek, pameran ini bukan hanya tentang mengenang, namun juga memastikan bahwa warisan seni sejati tetap hidup. Bagi publik, pameran ini merupakan ajakan untuk ikut serta dalam membeli harapan bahwa seni akan terus memiliki tempatnya di tengah perubahan yang cepat.

Source link

Exit mobile version