Kebijakan kewajiban kebun plasma yang diberlakukan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid bertujuan untuk meningkatkan pemerataan ekonomi. Hal ini sebagai upaya negara memberikan konsesi tanah kepada pengusaha agar dapat dimanfaatkan dengan multiplier effect yang maksimal. Namun, hasil implementasi kebijakan ini masih belum optimal dan perlu dikoreksi. Langkah kewajiban kebun plasma juga diatur dalam beberapa regulasi seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan untuk mencapai keadilan sosial dan pemerataan ekonomi.
Kebijakan tesebut diharapkan dapat memperbaiki ketimpangan pengelolaan tanah dan memberikan manfaat yang lebih merata dalam sektor agraria. Sejumlah rencana kebijakan untuk industri sawit juga diungkapkan, di mana akan ada penataan pemberian hak dan pembaruan HGU dengan prinsip keadilan. Alokasi lahan plasma sebesar 20 persen bagi pemegang HGU tahap pertama akan diperpanjang hingga 35 tahun dengan penambahan kewajiban plasma menjadi 30 persen bagi pembaruan HGU.
Hal ini dilakukan agar petani dapat lebih merasakan manfaat dari industri sawit, di mana saat ini sekelompok pengusaha kelapa sawit memegang 16 juta hektar HGU. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani secara konkret dengan distribusi manfaat agraria yang lebih adil. Tekanan untuk meningkatkan manfaat dari kebun plasma juga semakin meningkat dengan harapan dapat mendukung perekonomian petani sawit secara keseluruhan.