Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya, menyatakan bahwa pemerintah sedang merancang konsep dan mencari pemahaman bersama terhadap isu-isu penting dalam Revisi Undang-Undang Pemilu. Pada diskusi publik yang diadakan oleh Populi Center dengan tema ‘Revisi UU Pemilu: Tata Kelola Demokrasi Partisipatif Berbasis Inovasi’, Bima Arya menegaskan bahwa pendekatan yang dipilih adalah kodifikasi daripada omnibus law. Hal ini dimaksudkan untuk menyatukan UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik menjadi satu kerangka hukum yang sistematik berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin juga menyoroti pentingnya tujuan revisi sebelum memasuki aspek teknis, dengan fokus untuk merawat demokrasi dan menjaga suara publik. Ia menekankan bahwa pembahasan RUU Pemilu harus mengakomodir kepentingan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya elite politik. Selain itu, penggunaan teknologi, terutama kecerdasan buatan, dalam proses pemilu juga menjadi sorotan. Menurut Yose Rizal dari Pemilu AI, teknologi dapat mendukung proses pemilu yang efektif dan efisien, tetapi memerlukan regulasi yang ketat untuk menjaga integritas dan transparansi.
Direktur Eksekutif Populi Center, Afrimadona, menambahkan bahwa isu teknologi dan pemilu perlu dibicarakan secara bersamaan demi menciptakan proses pemilu yang lebih efisien dan adil. Diskusi juga menghadirkan pandangan kritis dari berbagai pakar dan praktisi terkait regulasi teknologi dalam pemilu, penyelarasan asas pemilu dalam kode etik, dan perluasan dialog terbuka terkait revisi UU Pemilu. Kesimpulannya, revisi UU Pemilu perlu menjadi prioritas utama dalam agenda legislatif dan tetap melibatkan dialog dengan masyarakat untuk merumuskan kebijakan yang berpihak kepada kepentingan rakyat.