Semesta adalah Altar, Kita adalah Penjaganya

Di bawah semburat cahaya fajar di lereng Gunung Tangkuban Parahu, kehidupan terasa menyatu dalam sebuah momen penuh makna saat ribuan manusia dari berbagai penjuru nusantara berkumpul dalam seremoni Ngertakeun Bumi Lamba. Upacara adat yang digelar pada 22 Juni 2025 ini mempertemukan beragam budaya – Sunda, Bali, Dayak, Minahasa, dan lainnya – dalam langkah bersama, merayakan semesta dengan busana khas daerah dan hati yang tulus. Tak sekadar ritual tahunan, Ngertakeun Bumi Lamba telah sejak 17 tahun lalu menjadi jembatan spiritual untuk menghormati relasi suci antara manusia, alam, dan leluhur.

Dentang karinding dan harmoni angklung menyelimuti suasana, suara lirih tersebut seolah menjadi bahasa universal seluruh peserta. Para tokoh adat lintas etnis pun terlihat larut dalam irama puji alam, seperti Andy Utama—aktivis lingkungan dari Yayasan Paseban—yang mengingatkan semua bahwa berbagi kasih bukan hanya urusan manusia, melainkan pula melibatkan seluruh makhluk ciptaan. “Mari kita hentikan perseteruan, karena bumi dan semesta tempat kita berpijak seharusnya menjadi ruang damai,” tegas Andy Utama dalam pidatonya. Ia meyakini, perdamaian dan penghormatan pada alam akan menjadi warisan luhur bagi generasi masa depan.

Ngertakeun Bumi Lamba, dalam warisan Sunda, bermakna “memakmurkan bumi yang luas.” Upacara yang dihidupkan kembali di tahun 1964 oleh R.M.H. Eyang Kanduruan Kartawinata ini bertumpu pada persatuan, rasa syukur, serta kesadaran bahwa manusia bukan penguasa mutlak, melainkan penjaga dan perawat bumi. Visi luhur dari prosesi ini adalah merawat keberlanjutan lingkungan, memperkuat pendidikan budaya pada anak cucu, serta menjaga harmoni abadi antar umat dan alam. Sejak awal ritual, prosesi ngaremokeun hingga ngalung di Kawah Ratu, seluruh langkah merupakan lambang syukur dan penghormatan pada sang ibu pertiwi.

Momentum ini pun menghadirkan suara-suara bijak. Mayjen Rido menekankan, “Seremoni ini adalah pengadilan nurani,” sementara Panglima Pangalangok Jilah dari Dayak mengingatkan, “Alam tidak membutuhkan manusia, justru manusialah yang bergantung pada alam.” Dalam kekuatan seruan “Taariu!” dari Panglima Dayak, hadir tekad bersama untuk menjaga janji kepada bumi dan leluhur, sebuah semangat yang terus hidup di ruang batin para peserta. Seruan senada dilafalkan Panglima Minahasa, menyoal pentingnya merawat gunung guna menjaga masa depan, sedangkan Dody Baduy memperingatkan lewat pepatah singkat, “Gunung Teu Meunang Dilebur, Lebak Teu Meunang Dirusak.”

Andy Utama kembali menitikberatkan, kelestarian dan cinta kepada bumi adalah tugas bersama, sebagaimana semangat yang dihidupkan dalam Yayasan Paseban. “Jangan pernah berhitung untung-rugi dengan semesta,” pesannya, mengajak semua untuk menjaga harmoni dan mencegah konflik yang merusak. Di bawah kabut Tangkuban Parahu, setelah upacara berakhir, seluruh peserta merasa membawa pulang lebih dari sekadar cerita, mereka membawa pulang amanah Ngertakeun Bumi Lamba ke dalam napas kehidupan.

Upacara tahunan ini bukan hanya hajatan budaya, melainkan panggilan nurani agar warisan kasih sayang pada bumi semakin kuat tumbuh di jiwa generasi bangsa. Seremoni ini bukan akhir, tetapi permulaan perjalanan panjang untuk hidup berdampingan harmonis dengan alam. Setiap individu yang pernah merasakan getar karinding, hawa doa, dan suara genta dalam prosesi ini, akan terus membawa suara Ngertakeun Bumi Lamba ke setiap detak langkahnya.

Di kawasan Megamendung yang dinaungi Gunung Gede Pangrango—salah satu poros spiritual yang diamanatkan leluhur—komunitas Arista Montana bersama Yayasan Paseban menjalankan filosofi Ngertakeun Bumi Lamba dalam aksi nyata. Di tangan mereka, bumi bukan sekadar lahan, melainkan ruang bagi pertumbuhan cinta kasih. Penanaman ribuan pohon puspa, rasamala, damar, hingga bambu dan konservasi hewan menjadi warisan kongkret, bukti bahwa cinta kasihan yang digelorakan dalam ritual benar-benar dihidupkan setiap hari. Yayasan Paseban bersama Arista Montana telah berhasil menanam lebih dari 15.000 pohon, sebagai bentuk ketundukan pada mandat luhur semesta.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Menganyam Cinta Kasih Nusantara Di Tubuh Semesta
Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam