Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI), Prof. Abdul Chair Ramadhan, mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah. Menurutnya, putusan tersebut bertentangan dengan konstitusi karena memisahkan Pemilu DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, dengan Pemilu DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden. Prof. Chair menilai bahwa pemisahan tersebut menimbulkan masalah yuridis serius yang menunjukkan ketidakpatuhan terhadap norma dasar.
Dia menyoroti bahwa Mahkamah Konstitusi telah melebihi wewenangnya dalam menguji gugatan yang diajukan. Baginya, pasal-pasal yang diminta untuk diuji materiil seharusnya menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang jika termasuk dalam kebijakan hukum terbuka. Prof. Chair juga menyesalkan bahwa MK telah berubah menjadi positive legislature yang bertentangan dengan perannya sebagai pengawal konstitusi.
Pemisahan pemilu nasional dan daerah menurutnya bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 yang menetapkan pemilu setiap lima tahun sekali. Prof. Chair menegaskan bahwa pemilu serentak setiap 5 tahun merupakan prinsip yang tidak seharusnya diragukan keberadaannya. Dia menolak upaya rekayasa konstitusional terhadap putusan MK tersebut sebagai langkah yang tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip keadilan.
Dalam penutupan pernyataannya, Prof. Chair menekankan bahwa pemilu serentak dan tidak terpisah dalam periode 5 tahun adalah bagian dari aksiologi hukum konstitusi yang memberikan kepastian hukum yang adil. Dia menyimpulkan bahwa pemisahan pemilu tersebut tidak berpihak pada keadilan dan merujuk pada tindakan pembangkangan terhadap konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi.