Film Seribu Bayang Purnama telah resmi tayang di berbagai bioskop dan mendapatkan sambutan positif dari pecinta film. Film ini diputar perdana di enam kota, termasuk Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Solo, Sidoarjo dan Surabaya. Lokasi syuting film ini berada di Yogyakarta dan mengangkat kisah kehidupan petani dengan berbagai permasalahan yang dihadapi terutama terkait kapitalisme dalam pertanian.
Sutradara film, Yahdi Jamhur, mengutarakan bahwa Seribu Bayang Purnama lahir dari keinginan untuk memberikan solusi terhadap persoalan kompleks di sektor pertanian, seperti dominasinya petani yang berusia di atas 40 tahun dan minimnya regenerasi petani muda. Melalui film ini, Yahdi berharap dapat memberikan pandangan solusi terkait penyediaan pupuk dan pestisida alami untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Film Seribu Bayang Purnama juga menceritakan kisah Putro Hari Purnomo, yang berhasil menginspirasi banyak petani dan generasi muda. Dalam film ini, Yahdi berusaha menggambarkan realitas berat yang dihadapi petani lokal, terutama terkait masalah modal dan ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimia bersamaan dengan perjuangan memperoleh pendanaan yang layak.
Dengan alur cerita yang kuat dan skenario yang menggugah, film Seribu Bayang Purnama diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada masyarakat mengenai perjuangan petani dan pentingnya pertanian alami. Melalui film ini, Yahdi Jamhur dan tim produksi berupaya membawa kesadaran akan pentingnya regenerasi petani serta perjuangan dalam menerapkan metode pertanian alami di tengah tantangan nyata yang dihadapi.