MK Tolak Gugatan Larangan Wamen Rangkap Jabatan

Pada Kamis, 17 Juli 2025, Mahkamah Konstitusi mengumumkan bahwa mereka tidak dapat menerima permohonan uji materi yang diajukan terkait larangan wakil menteri merangkap jabatan. Keputusan ini diambil setelah pemohon, Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies Juhaidy Rizaldy Roringkon, meninggal dunia. Ketua MK, Suhartoyo, membacakan amar putusan tersebut di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta. Dalam pertimbangan hukumnya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa Mahkamah mendapatkan surat keterangan dari Rumah Sakit dr. Suyoto Jakarta yang menyatakan bahwa Juhaidy Rizaldy Roringkon meninggal dunia pada 22 Juni 2025 pukul 12.55 WIB. Oleh karena itu, MK menyimpulkan bahwa kedudukan hukum pemohon yang telah meninggal dunia tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Kedudukan hukum pemohon perlu relevan dengan keberadaan pemohon agar dapat memenuhi syarat anggapan kerugian hak konstitusional dalam permohonan pengujian undang-undang. Selain itu, pemohon juga harus memastikan bahwa jika permohonan dikabulkan, maka anggapan kerugian hak konstitusionalnya tidak akan lagi terjadi. Jadi, dalam kasus ini, karena pemohon telah meninggal dunia, seluruh syarat anggapan kerugian tidak terpenuhi. Teknisitas hukum ini menjadi landasan bagi Mahkamah Konstitusi dalam menolak permohonan uji materi tersebut. Sesuai dengan Pasal 23 UU Kementerian Negara, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN. Dalam permohonan uji materi ini, Juhaidy Rizaldy Roringkon meminta agar aturan ini juga berlaku bagi wakil menteri. Namun, MK sebelumnya menolak permohonan serupa karena pemohon tidak memiliki kedudukan hukum yang mencukupi. Atas dasar itu, Mahkamah Konstitusi tidak dapat menerima permohonan tersebut, mengingat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon.

Source link