Pameran Seni Wayang Kota: Menggabungkan Seni Tradisi dan Isu Lingkungan

Sebuah pameran seni bertajuk Wayang Kota digelar di Monumen Antroposen, Sentulrejo, Bawuran, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Karya-karya yang dipamerkan merupakan wayang kontemporer yang terbuat dari limbah dan mengandung kritik terhadap krisis lingkungan dan ketimpangan sosial. Wayang Kota diselenggarakan oleh Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS) bekerja sama dengan Monumen Antroposen dan gerakan lingkungan Extinction Rebellion (XR). Pameran ini tidak hanya menjadi ruang ekspresi seni, tetapi juga kesadaran ekologis serta aktivisme sosial.

Berlangsung sejak 26 Juli hingga 30 Agustus 2025, pameran ini menampilkan 10 karya wayang yang terbuat dari bahan daur ulang seperti botol plastik bekas, chip kartu bekas, potongan pagar, map plastik, hingga label kemasan. Para seniman mengolah limbah-limbah tersebut menjadi media ekspresi yang menyoroti kerusakan ekosistem, praktik ekonomi yang eksploitatif, dan ancaman greenwashing dalam isu keberlanjutan. Wayang Kota bertujuan untuk mengingat dan menggugat krisis ekologi, kegelisahan urban, serta luka-luka kolektif yang traumatik.

Karya-karya wayang ini dibuat dari bahan yang dianggap tak berguna lagi, seperti plastik, botol, kemasan produk, sebagai sarana untuk mengajak diskusi tentang kota, keberlanjutan, dan apa yang masih bisa diselamatkan. Salah satu karya yang mencuri perhatian adalah Wayang Disabilitas karya Kus Sri Antoro, yang menggambarkan tokoh wayang dengan tubuh tak sempurna. Karya ini menantang persepsi umum tentang disabilitas dan menegaskan bahwa tubuh “cacat” pun memiliki nilai representasi yang penting dalam ruang publik.

Total hadiah yang diberikan kepada tiga karya terbaik mencapai Rp2,5 juta. Juara pertama, Sri Tumuwuh, menerima Rp1.250.000; disusul Wayang Disabilitas oleh Kus Sri Antoro menerima hadiah Rp750.000, dan Astaga karya Topan Adi Saputra sebagai pemenang ketiga mendapatkan hadiah Rp500.000. Para pemenang dipilih oleh tim kurator dan juri yang terdiri dari berbagai latar belakang seni dan lingkungan.

Pameran Wayang Kota di Monumen Antroposen dipilih sebagai lokasi yang tepat karena dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, salah satu titik kritis persoalan sampah di Yogyakarta. Melalui Wayang Kota, para penyelenggara berharap seniman dan masyarakat dapat terus bersinergi dalam menyuarakan keadilan ekologis. Wayang bukan hanya artefak masa lalu, tetapi juga alat advokasi masa kini dan masa depan.

Source link

Exit mobile version