Jakarta, VIVA – Setelah dipastikan gagal maju dalam Pilkada Jakarta 2024, Anies Baswedan mengaku sedang merencanakan pembentukan partai politik baru.
Baca Juga :
Tanpa Anies dan Ahok, Pengamat Prediksi Golput Bakal Meningkat di Pilkada Jakarta 2024
Anies menyampaikan niat tersebut dalam ‘Catatan Anies Pasca Pilpres dan Pilkada 2024’ yang dikutip dari laman Youtube Anies Baswedan, Jumat, 30 Agustus 2024. Anies ingin mengakomodasi semangat perubahan yang semakin membesar melalui organisasi kemasyarakatan atau partai politik.
Lalu seberapa besar peluang Anies Baswedan merealisasikan niatnya dalam membentuk partai politik baru? Apa saja modalnya untuk mewujudkannya?
Baca Juga :
Ridwan Kamil Mengaku Sudah 3 Kali Jalani Tes Kesehatan untuk Jabatan Kepala Daerah
Peneliti SMRC Saidiman Ahmad, mengungkapkan bahwa keinginan Anies Baswedan untuk mendirikan partai politik merupakan gagasan menarik. Ia mengutip pernyataan pendiri SMRC Prof Saiful Mujani yang mengatakan lahirnya partai politik di Indonesia biasanya dipengaruhi atau didukung oleh tiga faktor.
Baca Juga :
Ridwan Kamil dan Suswono Jalani Pemeriksaan Kesehatan di RSUD Tarakan
“Pertama, tokoh,” kata Saidiman dalam akun X miliknya, dikutip pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Figur Kharismatik
Ia menjelaskan bahwa umumnya partai di Indonesia, terutama pasca-reformasi, didirikan karena adanya figur karismatik. Seperti PKB yang memiliki Abdurrahman Wahid. PAN sebelumnya memiliki Amien Rais. Partai Demokrat didirikan sebagai tempat bagi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono.
Gerindra juga demikian, sebagai kendaraan politik Prabowo Subianto. Begitu juga dengan partai lainnya di Indonesia secara umum. “Melihat perjalanan politik Anies sejauh ini, jelas dia memenuhi syarat ketokohan untuk menjadi tokoh partai politik,” kata Saidiman.
“Anies bukan hanya pernah menjadi gubernur di provinsi paling strategis, DKI Jakarta, tetapi juga menjadi pemenang kedua dalam pemilihan presiden dengan perolehan suara 24,9 persen. Total sekitar 40 juta warga memilihnya dalam Pilpres 2024,” lanjutnya.
Bahkan tanpa menjadi anggota partai politik, Anies berhasil menarik tiga partai utama dengan latar belakang ideologi yang berbeda, seperti PKS yang islamis/modernis, PKB yang berbasis massa muslim tradisionalis, dan Nasdem yang nasionalis. “Semua itu terjadi karena daya tarik figur Anies yang kuat,” tulisnya.
Faktor kedua, lanjut Saidiman, yang bisa menjadi dasar pendirian partai adalah basis massa organisasi kemasyarakatan. Beberapa partai yang lahir pasca-reformasi didirikan dengan dukungan basis massa Ormas.
“Hal ini tercermin terutama pada PKB yang berbasis massa NU dan PAN yang dekat dengan massa Muhammadiyah. PKS juga demikian, partai ini menampung massa gerakan tarbiyah yang marak di perkotaan sejak tahun 1980an dan 1990an menjelang reformasi,” ungkap Saidiman.
Lalu, apakah Anies memiliki basis massa yang dapat mendukung pembentukan partai? Menurut Saidiman, Anies memiliki basis massa yang cukup kuat untuk membangun sebuah partai.
Salah satu kelompok utama pendukung Anies baik sebagai gubernur Jakarta maupun calon presiden adalah massa dari Ormas Islam, terutama di luar NU. Bahkan terlihat organisasi-organisasi dan gerakan Islam baru cenderung dekat dengan Anies.
“Ini bisa menjadi pintu masuk bagi Anies dalam membentuk jejaring politik hingga ke tingkat akar rumput di seluruh wilayah Indonesia.”
Sejak memenangkan Pilkada DKI 2017, Anies sebenarnya telah menjadi wakil politik Islam di Indonesia, menurut Saidiman.
Momentum Perubahan
Selanjutnya, faktor ketiga yang mendukung pendirian partai yang kuat adalah momentum perubahan. Reformasi adalah momentum penting yang mendorong lahirnya banyak partai. “Reformasi menandai perubahan sistem politik dari otoriter ke demokratis,” kata Saidiman.
Dalam skala yang lebih kecil, situasi melemahnya demokrasi saat ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk menawarkan gagasan perubahan atau perbaikan kepada publik, kata Saidiman.
Selain menjadi representasi politik Islam, Anies pada dasarnya juga telah menjadi salah satu figur anti-tesis Istana.
“Upaya Istana untuk melemahkan demokrasi dengan mengkooptasi partai politik, intervensi lembaga yudikatif, membeli independensi Ormas besar, menekan media, dan lain-lain adalah bukti tendensi otoritarian dari pemerintah,” ungkap Saidiman.
Situasi yang semakin memburuk ini membangkitkan perlawanan publik. Inilah momentum perubahan penting untuk melahirkan gerakan sosial dan politik baru. “Dan ini adalah waktu yang tepat bagi figur seperti Anies untuk turut membantu memupuk semangat perubahan melalui gerakan politik yang lebih terstruktur,” ucapnya.
Dengan demikian, menurut Saidiman, tiga prasyarat atau modal utama pendirian partai telah terpenuhi.
“Selanjutnya kita akan melihat apakah modal politik tersebut bisa dijadikan landasan untuk membentuk sebuah partai politik, yang akan menjadi saluran aspirasi baru bagi para pendukung setia Anies Baswedan, yang memiliki karakter islamis dan demokratis sekaligus. Mungkin,” tutupnya.
Halaman Selanjutnya
Ia menerangkan umumnya partai di Indonesia, terutama pasca-reformasi, lahir karena adanya figur karismatik. Seperti PKB memiliki Abdurrahman Wahid. PAN sebelumnya memiliki Amien Rais. Partai Demokrat didirikan sebagai wadah untuk menampung pendukung Susilo Bambang-Yudhoyono.