Pada hari Jumat, 7 Maret 2025, Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan penolakannya terhadap substansi gugatan sejumlah mahasiswa kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan calon legislatif (caleg) harus memiliki domisili atau KTP sesuai dengan daerah pemilihan (dapil) yang bersangkutan. Menurut Rifqinizamy, pembuktian KTP terkait domisili hanyalah aspek administratif, sementara keberpihakan seorang legislator pada daerah pemilihannya dapat diukur dengan cara lain. Hal tersebut melibatkan ikatan batin, relasi, dan perjuangan anggota DPR untuk memperjuangkan daerah pemilihannya melalui fungsi yang dimilikinya setelah dilantik. Rifqi menegaskan bahwa keberpihakan dan ikatan batin tersebut tidak selalu berkaitan dengan persyaratan KTP.
Rifqi juga menilai bahwa gugatan tersebut memiliki potensi untuk melanggar hak konstitusional warga negara terkait kemungkinan menjadi anggota DPR hanya karena tidak memiliki KTP di daerah pemilihannya. Ia menekankan bahwa alat ukur pemilu seharusnya berdasarkan penerimaan dan dukungan rakyat, bukan hanya asal muasal calon legislatif. Sementara itu, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera, berpendapat bahwa persyaratan caleg harus memiliki domisili atau KTP di dapilnya akan membuat caleg lebih mengenal dapilnya secara mendalam. Mardani memaparkan bahwa anggota legislatif yang berasal dari dapil sendiri akan lebih memahami kebutuhan masyarakat setempat, namun ia menekankan pentingnya mekanisme yang transparan dan akuntabel dalam keterkaitan anggota legislatif dengan dapilnya. Penamaan ‘Akamsi’ atau anak kampung sini adalah salah satu pandangan yang diusung Mardani terkait persyaratan tersebut.
Gugatan terkait persyaratan caleg ini diajukan oleh delapan mahasiswa dari Universitas Stikubank Semarang, yang meminta MK untuk memperbarui Pasal 240 ayat (1) huruf C UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar calon legislatif harus berdomisili di dapil yang mereka wakili. Para pemohon melihat bahwa aturan saat ini tidak menjamin keterwakilan caleg yang benar-benar memahami persoalan di dapilnya. Meskipun secara umum mendukung usulan ‘akamsi’, Mardani menegaskan bahwa caleg tetap harus memperjuangkan dapil mereka, dengan atau tanpa perubahan aturan. Keterlibatan dan pemahaman yang mendalam terhadap kebutuhan masyarakat setempat diharapkan dapat dijaga oleh anggota legislatif untuk memperjuangkan dapilnya, baik dengan perubahan aturan maupun tidak.