Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah mengkaji Revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang berbeda dengan KUHAP tahun 1981. Salah satu poin penting dari revisi ini adalah mengenai penyelesaian restorative justice terkait penghinaan terhadap Presiden RI. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa pasal penghinaan terhadap Presiden adalah prioritas untuk diselesaikan melalui restorative justice. Hal ini merupakan hasil kesepakatan dari seluruh fraksi di Komisi III DPR. Selain itu, dalam RKUHAP juga diusulkan agar setiap pemeriksaan dan penahanan oleh aparat penegak hukum dilengkapi dengan CCTV untuk mencegah intimidasi. Lebih lanjut, RKUHAP juga memberikan hak imunitas bagi advokat dan memungkinkan advokat untuk mendampingi saksi dalam proses hukum.
RKUHAP juga mengatur mengenai penyidik yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu penyidik Polri, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Penyidik Tertentu. Draf RKUHAP juga mengatur tentang penangkapan dan penahanan tersangka oleh penyidik, di mana hanya penyidik polisi dan beberapa penyidik tertentu yang berwenang melakukannya. Selain itu, RKUHAP juga mengatur terkait masa penangkapan yang lebih dari satu hari. Usulan untuk melarang media untuk menyiarkan persidangan secara langsung tanpa izin hakim juga diusulkan. Juniver Girsang, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia, mengapresiasi keberadaan hak imunitas bagi advokat dalam RKUHAP. Juniver menambahkan bahwa RKUHAP memberikan peran lebih lanjut kepada advokat untuk mendampingi saksi dalam proses hukum mulai dari tingkat penyidikan hingga pengadilan.