Perlindungan Kelestarian Raja Ampat: Pentingnya Konservasi

Pada hari Sabtu, 7 Juni 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya karena dampak merusak lingkungan yang terbukti. Keputusan ini mendapatkan dukungan dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji, yang melihatnya sebagai langkah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Menurut Sarmuji, Undang-undang tersebut secara jelas melarang penambangan mineral di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jika berpotensi merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Raja Ampat, dengan luas lautan mencapai 4,6 juta hektare yang meliputi pulau kecil, atol, dan beting yang mengelilingi empat pulau utama, dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia.

Konservasi laut dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan di Raja Ampat menjadi prioritas pemerintah, mengingat kawasan ini memiliki kekayaan alam unik yang tidak dimiliki tempat lain. Izin penambangan nikel di Raja Ampat diberikan sekitar tahun 2017, namun baru ditindaklanjuti saat Bahlil Lahadalia bergabung dalam kabinet pemerintah. Keputusan untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat diambil setelah Greenpeace Indonesia mengungkap aktivitas tambang ini dan menimbulkan ancaman terhadap kawasan konservasi laut.

Perusahaan PT GAG Nikel, salah satu perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat, telah memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sebelum memulai aktivitas penambangan. Langkah yang diambil oleh Bahlil Lahadalia untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat mendapat apresiasi dan dukungan dari berbagai pihak yang peduli terhadap kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya alam.

Source link