Bos Mercedes Desak Eropa Batalkan Larangan Mesin Bensin: Dampaknya?

Beberapa minggu yang lalu, CEO Mercedes, Ola Källenius, memberikan prediksi terkait arah industri mobil Eropa dengan jujur. Dalam wawancara dengan surat kabar bisnis Jerman, Handelsblatt, Källenius menyatakan bahwa Uni Eropa perlu melakukan “pemeriksaan realitas” untuk menghindari kemungkinan “melaju dengan kecepatan penuh ke tembok” atau bahkan mengalami keruntuhan. Hal tersebut terkait dengan larangan penjualan mobil baru dengan mesin pembakaran yang akan berlaku pada tahun 2035.

Sebagai Presiden Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA), Källenius pun mendesak Presiden Komisi Eropa untuk mengambil tindakan terkait larangan kontroversial tersebut. Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Ursula von der Leyen, Källenius menyatakan bahwa “dunia telah berubah secara drastis” sejak larangan tersebut pertama kali diumumkan beberapa tahun lalu.

Källenius mengkritik bahwa asumsi sempit bahwa dekarbonisasi hanya dapat dicapai melalui pelarangan mobil bensin baru pada pertengahan dekade berikutnya. Ia bersama dengan Matthias Zink, Presiden Asosiasi Pemasok Otomotif Eropa (CLEPA), juga menegaskan bahwa mencapai target emisi 0 g/km dalam waktu sembilan tahun dianggap sebagai hal yang “tidak mungkin lagi”.

Belum ada kesepakatan yang dicapai dalam hal ini, dengan beberapa produsen mobil seperti Kia yang berpendapat bahwa mencabut larangan tersebut akan menghabiskan banyak uang. Namun, Uni Eropa telah memperbarui larangan tersebut pada awal tahun ini dengan memberikan ruang bagi produsen mobil dalam memenuhi target emisi.

Peraturan yang semakin ketat ini berdampak pada seluruh industri otomotif, termasuk mempengaruhi strategi produk global dan membuat beberapa model bertenaga gas sulit untuk bertahan. Meskipun demikian, produsen mobil terus berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 meskipun adanya perubahan regulasi larangan mesin pembakaran pada tahun 2035.

Source link

Exit mobile version