Rabu, 15 Mei 2024 – 11:13 WIB
Jakarta – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyoroti draf revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi. Ia menilai, RUU itu merupakan satu kesalahan karena tugas jurnalis sebenarnya adalah melakukan investigasi.
Mahfud menegaskan bahwa sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang mampu melakukan investigasi. Oleh karena itu, ia mengkritik pembahasan revisi terhadap UU Penyiaran yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi.
“Pakar hukum tata negara itu juga menilai, melarang jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset. Mahfud merasa, keduanya sama walaupun berbeda keperluan.
“Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa,” ujar Mahfud.
Di sisi lain, Mahfud merasa prihatin karena UU yang menyangkut kepentingan publik seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal tidak jelas kabarnya sampai hari ini. Padahal, sudah didorong oleh Mahfud ketika menjabat Menkopolhukam dulu.
Meski begitu, kata dia, tidak ada yang bisa dilakukan Menkopolhukam saat itu karena sudah jadi urusan DPR RI. Menurut Mahfud, Menko Polhukam, hanya bisa mengingatkan, tidak bisa mengambil keputusan karena keputusan ada di DPR RI.
Salah satu ketentuan dalam UU Penyiaran yang jadi sorotan publik adalah larangan penayangan eksklusif jurnalistik atau jurnalisme investigatif. Ketentuan tersebut dinilai sebagai bentuk pembungkaman kebebasan pers. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 50B ayat 2 butir c dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang menyatakan larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigatif.