Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada awal Januari 2025 telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Elite partai politik yang mendukung pemerintah memberikan penjelasan terkait keputusan ini. Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), M Hanif Dhakiri, menjelaskan bahwa kenaikan PPN tersebut merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada Oktober 2021. Kenaikan tarif PPN ini dilakukan secara bertahap, dimulai dari 10% menjadi 11% pada April 2022 dan rencananya akan menjadi 12 persen pada Januari 2025.
Presiden Prabowo Subianto telah dianggap bijaksana dalam langkah-langkahnya terkait kenaikan PPN ini dengan memastikan bahwa kenaikan tarif tersebut hanya berlaku untuk barang-barang mewah, tanpa memberatkan kebutuhan pokok masyarakat. Hanif menekankan pentingnya konsistensi dari semua pihak terutama parpol yang sebelumnya menyetujui UU HPP, agar memberikan informasi yang adil dan jelas kepada publik mengenai kenaikan PPN. Dia juga menyoroti pentingnya definisi barang mewah dan mengajak Kementerian Keuangan untuk bekerja secara cermat dalam merumuskan kategori barang mewah yang dikenakan PPN 12 persen.
Selain itu, Hanif mendorong Kemenkeu untuk lebih kreatif dalam mencari sumber penerimaan negara tanpa membebani masyarakat. Dengan upaya perluasan basis pajak, peningkatan efisiensi pengumpulan pajak, dan optimalisasi digitalisasi perpajakan, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan dengan baik tanpa membebani masyarakat kecil. Dengan kerja sama dari semua pihak, diharapkan kenaikan PPN ini dapat mendukung pembangunan tanpa memberatkan masyarakat.