Tren tagar #KaburAjaDulu telah memicu banyak pembahasan dalam berbagai kalangan, termasuk pejabat negara, tentang keinginan untuk mencari peluang hidup di luar negeri. Salah satu dampak yang mungkin terjadi adalah brain drain, yaitu fenomena kehilangan tenaga kerja berbakat ke negara lain. Namun, sejarah kebijakan di negara-negara Asia menunjukkan ada pelajaran berharga yang dapat dipetik.
Negara seperti Singapura telah mengembangkan sistem beasiswa yang menarik, di mana para penerima beasiswa harus bekerja di negara tersebut setelah menyelesaikan pendidikan mereka di luar negeri. Beasiswa yang bergengsi seperti President’s Scholarship memastikan bahwa para penerima berkontribusi pada pembangunan negara dengan mengisi posisi kepemimpinan dalam pemerintahan.
Di sisi lain, negara seperti Korea Selatan memiliki pendekatan berbeda dengan membangun universitas riset yang berfokus pada sains dan teknologi. Institusi seperti KAIST telah membantu Korea Selatan menjadi pusat inovasi global dalam bidang teknologi.
Demikian pula, Taiwan telah berhasil menarik investasi teknologi tinggi melalui Hsinchu Science Park, yang mengubahnya menjadi pusat manufaktur elektronik terkemuka di dunia. Sementara itu, Republik Rakyat China meluncurkan Program Ribuan Bakat untuk menarik ilmuwan dan insinyur asal China yang bekerja di luar negeri.
Kesimpulannya, langkah-langkah pemerintah yang mendukung inovasi, industri berteknologi tinggi, dan kerja sama dengan universitas telah membuktikan efektif dalam mengurangi dampak brain drain. Dengan memperhatikan contoh-contoh dari negara-negara di Asia, Indonesia juga bisa mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencegah kehilangan bakat negaranya dan meningkatkan daya saing di era globalisasi.