Kritik Dedi Mulyadi: Potensi Melanggar HAM?

Sebuah wacana mengenai program pendidikan militer untuk anak-anak bermasalah yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai sorotan dan kritik dari Anggota Komisi II DPR RI, Giri Ramanda Kiemas. Menurut Giri, penting untuk mempertimbangkan aspek hak anak, hak asasi manusia, psikologi, dan melakukan kajian mendalam sebelum menerapkan kebijakan tersebut. Perlunya kajian psikologi yang mendalam untuk memahami setiap individu dengan lebih baik, karena treatment kedisiplinan belum tentu efektif dalam menangani perilaku menyimpang. Selain itu, penjemputan paksa tanpa putusan hukum yang jelas dapat melanggar hak asasi anak, meskipun program ini akan melalui persetujuan orang tua.

Giri juga menambahkan bahwa pendidikan karakter pelajar sebaiknya dibentuk dalam lingkungan sekolah dan tempat tinggal mereka, bukan dengan cara memaksa mereka masuk ke barak militer tanpa dasar hukum yang kuat. Rencananya, setiap siswa bermasalah di Jawa Barat akan diikutsertakan dalam program pendidikan militer di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI. Program ini akan difokuskan pada siswa sulit dibina atau terindikasi terlibat dalam pergaulan bebas atau tindakan kriminal, dan akan dimulai di beberapa wilayah di Jawa Barat.

Giri juga menekankan bahwa pendekatan militer yang diterapkan di China tidak serta-merta bisa diterapkan di Indonesia, karena perlu mempertimbangkan aspek perbedaan budaya, sistem aparat, dan lembaga yang ada di masing-masing negara. Sebagai negara demokratis, Indonesia harus mengutamakan hak asasi manusia, terutama hak asasi bagi anak-anak, sebelum meniru kebijakan luar negeri. Oleh karena itu, inovasi yang diambil harus melalui kajian yang matang dan terukur, bukan sekadar menciptakan sensasi yang menciptakan kesan ‘membuli’ pelajar.

Source link