Komisi X DPR RI berencana memanggil Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, untuk memberikan klarifikasi terkait pernyataan kontroversialnya mengenai pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998. Pernyataan Fadli Zon ini mengundang sorotan dan kritik dari berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana.
Bonnie Triyana menilai bahwa pandangan subyektif Fadli Zon tidak dapat mengubah fakta bahwa kejadian menyedihkan selama tragedi Mei 1998 itu memang benar adanya. Dia menyoroti Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan yang seharusnya tidak memperpanjang budaya penyangkalan terhadap tindak kekerasan, terutama kekerasan seksual terhadap perempuan Tionghoa selama kerusuhan rasial pada tahun 1998.
Menurut Bonnie, penulisan ulang sejarah Indonesia yang diinisiasi oleh Kementerian Kebudayaan harus menghormati fakta-fakta sejarah yang terjadi. Dia menekankan bahwa penyangkalan atas peristiwa-peristiwa kelam pada masa lalu hanya akan menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi korban dan keluarganya, serta masyarakat yang terlibat dalam tragedi tersebut.
Bonnie juga menyinggung soal draf konsep Penulisan ‘Sejarah Indonesia’ yang dikembangkan oleh Pemerintah RI, dimana beberapa kasus pelanggaran HAM berat seperti pemerkosaan perempuan Tionghoa selama Mei 1998 tidak dimasukkan. Bonnie menegaskan bahwa pengabaian terhadap fakta-fakta penting dalam sejarah nasional hanya akan merusak proses pendidikan sejarah bangsa.
Dia bahkan mendesak Kementerian Kebudayaan untuk menghentikan proyek penulisan ulang sejarah jika hanya bertujuan politis dan tidak menghargai keseluruhan cerita bangsa Indonesia. Demikianlah, isu tentang pemerkosaan massal selama kerusuhan Mei 1998 tetap menjadi perdebatan hangat dalam tubuh parlemen, dengan tuntutan agar fakta sejarah yang sebenarnya diakui dan dihormati tanpa penyangkalan yang tidak berdasar.