Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen telah menjadi perbincangan utama di awal tahun 2025. Keputusan MK tersebut dinilai sebagai langkah positif untuk demokrasi di Indonesia. Rocky Gerung, seorang pengamat politik, menyambut baik keputusan tersebut dan menyatakan bahwa ambang batas nol persen untuk pencalonan presiden merupakan hal yang penting. Menurutnya, putusan ini mencerminkan pemahaman MK terhadap kebutuhan demokrasi dan keinginan publik yang telah lama tersuarakan.
Sebelum adanya putusan MK, banyak pihak termasuk akademisi dan pemangku kepentingan pemilu telah mendukung ambang batas nol persen. Rocky Gerung juga menyoroti peran mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga yang menjadi pemohon dalam perkara ini. Keputusan MK untuk mengabulkan permohonan mereka dipandang sebagai respons atas tuntutan untuk meningkatkan kualitas demokrasi.
Rocky Gerung juga menekankan bahwa dengan adanya ambang batas nol persen, akan ada peluang baru untuk melahirkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi dan daerah. Ia berpendapat bahwa hal ini adalah langkah awal yang positif untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.
Keputusan MK ini juga menegaskan bahwa Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi. Pasal tersebut mengatur mengenai syarat pencalonan presiden yang melibatkan partai politik atau gabungan partai politik dengan persyaratan tertentu. Dengan adanya putusan ini, diharapkan proses demokrasi di Tanah Air dapat semakin berkembang dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi calon pemimpin yang mewakili keberagaman masyarakat Indonesia.